Seorang wanita berusia 41 tahun dengan inisial E, di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. E dengan kejam memanfaatkan putri kandungnya sendiri, T (13 tahun), untuk memuaskan nafsu seorang kepala sekolah bernama J (41 tahun). Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Polres Sumenep, AKP Widiarti, menjelaskan bahwa E ditangkap oleh tim Resmob pada Kamis sore, 29 Agustus 2024, di Kecamatan Kalianget. E dijerat dengan pasal tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Ibunya [korban] dijerat dengan pasal TPPO,” ujar Widiarti kepada VIVA pada Minggu, 1 September 2024. E adalah seorang guru yang juga seorang PNS, sedangkan J juga seorang PNS yang menjabat sebagai kepala sekolah. Diketahui bahwa E dan J telah lama menjalin hubungan dan perselingkuhan, sementara suami E atau ayah korban sudah tidak tinggal serumah.
Menurut Widiarti, E dengan tega memanfaatkan putri kandungnya, T, untuk melakukan hubungan intim karena diiming-imingi sejumlah uang dan sepeda motor Vespa matik oleh J. E memperdaya putrinya dengan modus ritual penyucian diri, membuat korban yang masih remaja tak berdaya di bawah pengaruh ibu kandungnya.
“Ibu kandung T dengan sengaja menghasut T untuk melakukan hubungan badan dengan J karena E diiming-imingi sejumlah uang oleh J,” jelas Widiarti. Kejadian ini bermula ketika korban meminta E untuk membelikan motor Vespa pada Februari 2024. E setuju dengan syarat bahwa T harus melakukan hubungan intim dengan J sebagai ritual penyucian diri. Rencana tersebut kemudian disampaikan kepada J oleh E, namun T menolak syarat tersebut.
Pada Kamis, 8 Februari 2024, malam, E kembali mengancam putrinya bahwa jika tidak melakukan hubungan intim dengan J, maka E akan tinggal di indekos di Kota Sumenep. Akhirnya, T menuruti permintaan ibunya tersebut. Pada Jumat, 9 Februari 2024, E membawa putrinya ke rumah J di Perumahan BSA Kolor, Kabupaten Sumenep.
Di rumah J, J mencoba untuk melakukan hubungan intim dengan T namun gagal karena tidak ereksi. Setelah itu, J memberikan uang sebesar Rp200 ribu kepada E dan Rp100 ribu kepada T. J juga berjanji kepada T bahwa setelah melakukan hubungan intim, akan dibelikan motor Vespa matik.
Pada Jumat, 16 Februari 2024, E kembali mengantarkan putrinya ke rumah J. Di sana, J kembali mengajak T untuk berhubungan intim. Setelah selesai, E menjemput putrinya dan menerima uang sebesar Rp200 ribu dari J. T diberikan uang sebesar Rp100 ribu.
Pada bulan Juni 2024, J mengajak E dan putrinya untuk menginap di sebuah hotel di Surabaya. T dibujuk dengan alasan ritual penyucian diri dan janji akan dibelikan Vespa. Di dalam kamar hotel, J sudah menunggu tanpa busana. E meminta putrinya untuk membuka pakaiannya dan hubungan intim pun terjadi. Setelah itu, E dan T masing-masing diberi uang sejumlah Rp500 ribu dan Rp200 ribu.
Perbuatan bejat ini terulang lagi di hotel tersebut, di mana T kembali diajak menginap dan dua kali melakukan hubungan intim dengan imbalan uang sebesar Rp200 ribu. E juga mendapatkan imbalan dari J sebesar Rp1 juta setiap kali hubungan intim terjadi. Saat ini, baik J maupun E telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. J dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Anak, sementara E diancam dengan Undang-undang Pemberantasan TPPO.
Korban T saat ini mengalami trauma psikis akibat peristiwa yang dialaminya. Semoga kasus ini segera mendapatkan keadilan dan korban mendapat perlindungan serta pemulihan yang layak. Semua pihak diharapkan dapat belajar dari kasus ini agar tidak terulang di masa depan.